PARADASE.id – Protes warga yang lahannya digunakan sebagai badan jalan menuju Teluk Kadere, Kelurahan Bontang Selatan, terus didengungkan. Tuntutan pemilik lahan bukan tanpa alasan. Pasalnya jalan tersebut kini lebih dominan digunakan sebagai akses jalan perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT. Graha Power Kaltim (GPK).
Untuk kesekian kalinya, Rapat Dengar Pendapat (RDP) digelar Komisi III guna mempertemukan dan mencari titik temu antara warga, perusahaan dan instansi pemerintah terkait. Dalam pertemuan yang digelar Selasa (28/7/2020), manajemen PT GPK tak hadir memenuhi undangan.
Ketua Komisi III Amir Tosina menyampaikan kekecewaannya atas ketidakhadiran pihak perusahaan.
“Tuntutan warga ini kan ke pihak perusahaan, nah kalau mereka tidak hadir ya percuma saja. Buang-buang energi saja,” tuturnya.
Pada pertemuan sebelumnya, diketahui pihak perusahaan bersedia memberikan kompensasi namun tidak dalam bentuk ganti rugi lahan. PT GPK menyatakan kompensasi tersebut bakal disalurkan melalui Corporate Social Responsibility (CSRP).
Tetapi, tawaran itu ditolak warga pemilik lahan yang bersikukuh meminta ganti rugi atas lahan. Apabila tidak bisa dipenuhi, penuntut akan menutup akses jalan dan mendesak perusahaan membuat jalan sendiri.
Tanggapan soal CSR sebagai penggamti tuntutan pemilik lahan, menurut anggota Fraksi Partai Gerindra dan Berkarya ini, bukan solusi yang baik. Mengingat CSR merupakan kewajiban perusahaan sebagai bentuk perhatian kepada masyarakat, khususnya warga di buffer zone (areal yang berada dekat dan berdampak akibat aktivitas perusahaan).
“Bicara CSR malah warga setempat akan menuntut pemilik lahan, karena itu hak warga buffer zone yang terkena dampak amdal dan limbah,” ujarnya.
Amir berharap pemerintah yang saat itu diwakili Asisten II Sekkot Bontang, Zulkifli, dapat berkoordinasi dengan PT GPK. Para pihak diminta mencari solusi terbaik sebelum ada peristiwa yang tak perlu terjadi seperti demonstrasi, penutupan akses jalan dan semacamnya. (*)