PARADASE.id – Lemahnya perlindungan hukum bagi kaum perempuan terlebih bagi mereka yang menyandang disabilitas menjadi sorotan Etha Rimba Paembonan. Perempuan masih kerap menjadi sasaran pelaku pelecehan seksual di tengah masyarakat.
Kasus terbaru, seorang anak perempuan 8 tahun menjadi korban asusila pria berusia 67 tahun di Kota Bontang, tepatnya di Kelurahan Guntung pada Sabtu (11/7) lalu. Korban merupakan penyandang disabilitas, sementara pelaku merupakan residivis kasus yang sama.
“Jika dilihat dari undang-undang yang ada, sebenarnya anak dengan kebutuhan khusus ini menjadi tanggung jawab dari negara yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas,” ungkap Etha yang merupakan anggota DPRD Bontang, Selasa (14/7/2020).
Mengacu konstitusi tersebut, kata dia, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas merupakan kewajiban negara.
Hal ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sehingga masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk menghormati hak Penyandang Disabilitas.
“Tentunya saya pribadi sangat prihatin atas kejadian tersebut, Namanya juga memiliki kebutuhan khusus tentu mereka tidak memiliki proteksi untuk menjaga diri mereka sendiri,” sebut anggota Komisi II ini.
Anak berkebutuhan khusus sangat berbeda dengan anak yang normal. Terlebih saat harus diberikan edukasi seputar perilaku seksual.
“Sejak usia dini pun anak-anak harus diberikan pemahaman khususnya anak perempuan. Bagian tubuh mana saja yang tidak boleh disentuh oleh orang lain selain ibu kandungnya sendiri. Sedangkan anak berkebutuhan khusus walaupun diberikan pemahaman seksual tentu mereka tidak akan paham,” ucapnya.
Dengan kata lain, negara melalui instrumennya harus menjadi fasilitator untuk memenuhi kebutuhan ini. Perempuan, khususnya anak-anak membutuhan kehadiran negara agar menjamin rasa aman saat berada di tengah masyarakat. (Adv)