PARADASE.id – Komisi III DPRD Bontang melakukan peninjauan lapangan setelah menerima aduan warga yang merasa dirugikan atas dugaan penggunaan lahan pribadi oleh pemerintah.
Pemilik tanah, Farida, menyatakan lahannya yang berada di Gg. Akcaya, Jl. Bulutangkis RT 07 Perumahan Bontang Permai, Kelurahan Api-Api telah digunakan tanpa sepengetahuannya untuk pembuatan sungai oleh Pemkot.
Setelah beberapa tahun berada di luar kota, Farida kaget dengan kondisi tanahnya yang hanya tersisa tiga meter saat meninjau lokasi bersama Komisi III, Selasa (28/7/2020).
Ia mengatakan jika penggarapan tanahnya terjadi sekira tahun 2006-2007 lalu. Saat itu dirinya tidak berada di Bontang karena harus mengikuti suami yang bekerja di luar Kota Bontang.
“Ada juga tanah warga dikena tetapi setahu saya, tanah saya yang parah karena ukuran awal itu lebar 14×21 meter untuk panjang sekarang hanya tersisa tiga meter saja lagi lebarnya. Ini milik kita pribadi, kita punya PPAT dan yang buat juga dari pemerintah serta para saksinya juga masih hidup,” ungkapnya.
Farida mengatakan, ia berniat untuk membangun rumah pribadi di lokasi tanah itu sekembalinya ke Kota Taman. Namun, justru kaget ketika meninjau lokasi tanahnya yang hampir tak ia kenali.
“Kayu sudah saya siapkan. Begitu saya datang kok tanah saya habis, kalau tidak ada pohon sukun itu saya tidak akan tahu di mana letak posisi tanah saya. Karena saya ingatnya cuma pohon sukun itu saja,” ujarnya.
“Saya sudah pernah mengatakan jika hanya empat meter yang diambil saya ikhlas karena untuk kepentingan bersama, karena tanah saya habis makanya sekarang saya minta ganti rugi,” lanjut Farida.
Atas kerugian tersebut Farida, menuntut ganti rugi sebesar Rp 400 juta. Ia mengungkapkan telah beberapa kali mengkoordinasikan hal ini, namun hingga saat ini tidak pernah mendapatkan titik temu penyelesaian.
“Sekarang untuk apa tanah yang tersisa tiga meter, sedangkan jika ingin membangun rumah aturannya harus lima meter dari bibir sungai. Sudah tiga kali saya mengadu dan dari pihak pemerintah juga sudah ada beberapa kali datang meninjau lapangan namun hingga sekarang belum juga terealisasi,” katanya.
Farida mengungkapkan, jika sebelumnya hal ini sempat diputuskan oleh Komisi I bahwa pemerintah harus membayar tanah miliknya. Namun hingga kini tidak ada kelanjutan akan kabar tersebut.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Bontang Amir Tosina akan meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Mengingat pada saat itu Pemkot Bontang telah memiliki itikad baik untuk melakukan ganti rugi.
“Pemerintah pada saat itu sudah ada komitmen untuk melakukan pembayaran sesuai dengan ukuran tanah yang dimiliki namun karena terkendala hal apa yang belum kami ketahui hingga saat ini belum terealisasi. Tetapi dengan turunnya Komisi III pada hari ini maka kami akan mendesak kepada pemerintah agar segera ada titik penyelesaiannya,” kata Amir.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota (PUPRK) Bontang Tavip Nugroho menyampaikan akan menelusuri hal ini terlebih dahulu sebelum menindak tuntunan dari pemilik tanah. Mengingat kejadian tersebut telah lama terjadi sekira 14 tahun lalu.
“Kita akan lacak dulu karena menurut yang bersangkutan dulunya di daerah tersebut hanya sebuah parit kecil karena adanya pengerjaan relokasi sehingga lokasi tersebut dikeruk dan dijadikan sungai,” jelasnya.
Disinggung soal nominal tuntutan,Tavip tidak mempermasalahkan selama harga sesuai dengan keadaaan dan tentunya harus melalui beberapa mekanisme yang ada.
“Nilai Rp 400 juta itukan hanya sebagai patokan dari ibu Farida, namun jika harga tanahnya tidak sesuai dengan harga pasaran tanah dilokasi ini maka akan kita lakukan negosiasi terlebih dahulu. Semoga hanya satu saja sehingga kami tidak menyiapkan anggaran yang besar untuk ganti rugi,” ungkap Tavip. (Adv)