PARADASE.id – Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan (Diskop-UKMP) Bontang menjawab keluhan pengrajin batik tulis dengan tidak adanya ketetapan nilai batik lokal.
Kepala Diskop-UKMP Bontang Asdar Ibrahim, mengatakan harga acuan batik lokal memang tak bisa untuk ditetapkan. Lantaran di Bontang tidak hanya satu jenis maupun kesamaan kualitas yang dibuat oleh para pengrajin.
Saat ini Batik lokal Bontang memiliki sembilan jenis yang telah mempunyai hak paten. Diantaranya, Batik Kuntul Perak, Beras Basah, Mutiara Kalimantan, Batik Etam, Batik Cantik, Batik Mangrove dan Batik Enggang.
“Pemerintah tidak bisa intevensi karena memang banyak jenisnya. Kalau soal harga itu murni bisnis antar pengrajin batik,” ujar Asdar Ibrahim, Selasa (05/10/2021) siang.
Diapun menyarankan, agar para pengrajin batik di Bontang agar lebih meningkatkan mutu dan kualitas produknya. Agar pemasaran batik lokal, bisa menembus pasar Nasional hingga Internasional.
“Kalau pasarnya sudah tembus nasional atau bahkan internasional, tentu pendapatannya akan lebih besar. Makanya kami dorong untuk perbaiki kualitas produk yang dihasilkan,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pengrajin batik tulis Sri Wahyuni (57) mengeluhkan belum adanya ketetapan nilai jual batik lokal, membuat harga kerajinan tak menentu di pasaran.
Akibatnya terjadi kesenjangan di tingkat pembeli yang begitu jauh, ketika kerajinan ini dijual dengan harga yang ditentukan secara mandiri.
Sri menyatakan seharusnya Pemkot Bontang ikut serta mengakomodir semua pengrajin batik di Kota Bontang untuk berembuk menentukan harga satuan standar per lembar kain batik tulis.
Jika harga standar itu telah ditetapkan, maka memudahkan para pengrajin dalam mengajukan penawaran di instansi pemerintah maupun perusahaan.
“Sebenarnya harga standar itu yang belum kami dapatkan. Harapan kami pemerintah berperan juga menentukan harga ini,” ucapnya, dikonfirmasi beberapa waktu lalu. (Adv)