Paradase.id – Polemik yang muncul akibat putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres-cawapres dianggap menjauhkan upaya untuk menjadi bangsa yang demokrasi.
Sejumlah massa yang tergabung dalam Komite Penyelamat Mahkamah Konstitusi. mendesak Komisi III DPR RI membentuk panitia khusus (Pansus) untuk menindaklanjuti persoalan Putusan MK Nomor 90/PUU-X/2023.
Anggota komite tersebut, R. Adi Prakoso dan rekan-rekanya menilai, putusan itu merupakan skenario untuk memasangkan putra Presiden Joko Widodo dengan bakal calon presiden (capres) Prabowo Subianto.
Putusan MK tersebut, dinilai Adi mengkhianati akal sehat dan menabrak hukum di MK baik secara formil maupun materil. Persoalan formil terkait legal standing penggugat, yakni mahasiswa Universitas Surakarta, Almas Tsaqib Birru.
Sementara, persoalan materil berkaitan dengan MK yang tidak memiliki wewenang memutus materi perkara mengenai batas usia pejabat publik.
“Materi permohonan yang sebenarnya merupakan kewenangan dari pembentuk Undang-Undang yakni Pemerintah dan DPR,” ucap Adi.
Adi mendesak, Anwar Usman segera dilengeserkan dari kursi hakim MK sekaligus Ketua MK karena dinilai melanggar Undang-Undang Kehakiman dan kode etik prilaku hakim konstitusi.
Ia mengatakan, Anwar telah melanggar Pasal 17 Ayat (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Dan juga melanggar kode etik dengan memutuskan perkara Nomor 90/PUU-X/2023 yang mendukung jalan politik Gibran.
Dugaan pelanggaran kode etik ini mencuat setelah diketahui Ketua MK Anwar Usman merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden pada Senin (16/10) setelah putusan yang kontroversial.
Adi berharap Mahkamah Konstitusi tidak memiliki tendensi untuk mendukung penerapan dinasti politik dan bekerja dengan akal sehat serta hati nurani.
“Memutuskan secara imparsial, objektif dan independen demi mengembalikan martabat, kehormatan dan marwah MK sebagai benteng terakhir keadilan konstitusi,” terang Adi.
Dalam putusan itu MK mengubah ketentuan batas usia capres dan cawapres yang semula diatur “berusia paling rendah 40 tahun”, menjadi “berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.”
Setelah putusan ini, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu dapat mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun. (Sumber: Syakirun Ni’am/kompas.com)
Editor: Faizah