Paradase.id – Kenaikan harga beras dari Juni hingga September masih dirasakan hingga bulan Oktober saat ini, harga beras masih tinggi, bahkan melebihi harga eceran tertinggi (HET).
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan persoalan klasik yang menyebabkan harga beras naik. Hal itu disampaikan Tito usai Plt Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Suwandi menyampaikan materi dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi tahun 2023.
Tito mengatakan, produksi beras diperkirakan surplus namun tetap mengalami kenaikan harga.
“kenaikan harga beras dipicu oleh biaya produksi yang naik di tingkat petani, biaya logistik dan rantai distribusi yang terhambat,” kata Tito.
Menurut Tito, persoalan klasik ini terkait masalah rekonsiliasi data. Hal ini disiarkan melalui Youtube Kemendagri saat rapat koordinasi pengendalian inflasi tahun 2023, Senin (9/10).
Berdasarkan data Kementan, Tito menyampaikan sekitar 14 juta petani bisa memproduksi 54,75 juta ton gabang kering giling (GKG). Gabah tersebut diolah dan menjadi beras sebesar 31,54 juta ton.
Sementara, konsumsi beras masyarakat Indonesia sebanyak 278 juta jiwa ialah 30,2 juta ton.
Tito menyampaikan berdasarkan data angka beras yang tersedia sebanyak 31,5 juta ton, sementara konsumsi kita 30 juta ton harusnya sudah cukup kita semua swasembada tanpa memerlukan importasi.
“Tapi persoalannya adalah, kenapa terjadi kelangkaan dan kekurangan sehingga mengambil upaya impor untuk buffer, untuk kekuatan dan ketahanan pangan,” ucap Tito.
“Persoalan klasik adalah masalah data,” imbuhnya.
Tito mengatakan, rekonsiliasi data antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Perum Bulog, hingga Badan Pangan Nasional perlu dilakukan. Menurut Bulog, ujar Tito, produksi beras dalam negeri berkurang. Hal yang sama disampaikan Badan Pangan sehingga perlu impor.
“Nah ini rekonsiliasi data ini kami kira perlu rapat khusus teknis dari Kementerian Pertanian menampilkan data per titik per daerah, dan setelah itu perlu kita cek lapangan oleh Badan Pangan, double check oleh Bulog, double check lagi oleh pemerintah daerah, double check lagi oleh BPS yang memiliki jaringan semua kabupaten/kota kita biar tahu persis bahwa bener angka 31 jita itu adalah riil. Kalau riil maka kita tinggal masalah distribusi dan logistik,” terang Tito.
Selain itu, Tito menekankan sola distribusi beras. Pihaknya meminta bantuan dari penegak hukum dan pengawas dari TNI/Polri termasuk Badan Pangan Nasional (Bapanas) terkait masalah distribusi. Ia mewanti-wanti jangan sampai pasokan beras sudah menipis, tetapi di tingkat distirbutor malah melakukan penahanan sehingga rantai pasokan distribusi menjadi macet.
Tito juga mengatakan, Kementerian Perdagangan juga mengungkap hal senada. Apalagi, produksi beras yang dihadapkan oleh El Nino. (Sumber: detikFinance/Achmad Dwi Afriyadi)
Editor: Farhan