Paradase – Judi online belakangan ini menjadi trending topic karena berbagai dampak yang bisa ditimbulkan. Bahkan judi online pun bisa meretas otak manusia dan bisa berujung kekacauan sosial. Lantas bagaimana ketika judi online sudah meretas otak manusia?
Dosen Kajian Media dan Budaya Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Radius Setiyawan menjelaskan bahwa pada era kecepatan informasi seperti hari ini otak manusia mudah diserang informasi dari iklan, media sosial, berita, hingga gosip.
“Otak manusia sangat mungkin bisa diretas, akibatnya adalah tipu daya, karena imaji mendapat uang dengan mudah dan menjadi kaya raya dengan cara yang instan,” katanya dalama cara yang digelar Jumat (28/6/2024).
Lebih lanjut, Radius menjelaskan bahwa judi online adalah salah satu dari banyak fenomena kejahatan di dunia siber. “Judi online kini menjadi perhatian semua pihak. Tentu ini hal yang positif. Mulai ada kesadaran tentang kejahatan di dunia siber,” katanya.
Dia melanjutkan bahwa masyarakat hari ini menghadapi kerentanan. Dari dunia online, berbagai penyakit sosial bisa muncul. Salah satu yang nampak adalah berbagai konflik dan ketegangan dalam hubungan keluarga dan lingkungan sosial yang berakhir pada kematian.
Menurutnya, di tengah arus kemajuan teknologi digital yang semakin masif, judi online akan masih sulit diberantas.
Peran influencer (pemengaruh) dalam memasarkan judi online sangat berbahaya bagi masyarakat. Hal tersebut mengingat artis atau influencer kerap dijadikan contoh oleh para pengikutnya.
“Tentu sangat membahayakan, karena apa yang mereka katakan berpotensi mempengaruhi pola perilaku pengikut. Bisa dikatakan influencer menjadi trendsetter bagi milenial dan generasi Z. Hal tersebut didukung situasi ekonomi masyarakat yang lemah dan labil. Jadi bisa dipastikan judi online jadi jalan keluar,” ujar Radius.
Dia menjelaskan kasus judi online yang dilakukan oleh oknum polisi menjadi indikasi masyarakat hidup dalam kerentanan. Artinya tidak memandang itu polisi atau masyarakat sipil lainnya, kecanduan judi online bisa menyerang siapa saja.
Di tengah maraknya kasus judi online yang terjadi, kata dia, sudah seharusnya pemerintah dalam fungsinya tidak hanya sebagai pengawasan sosial (social control) tetapi juga aksi nyata dalam meningkatkan literasi digital agar masyarakat tidak mudah terperdaya dalam dunia digital yang berdampak pada kekacauan sosial.
Selain itu di tengah kondisi banjir informasi seperti sekarang, lanjutnya, masyarakat perlu berpikir reflektif. Artinya tidak lagi melihat dunia dari sisi permukaan saja.
“Masyarakat harus menyadari ada dampak besar yang ditimbulkan, seperti kehilangan produktivitas, terutama untuk kalangan usia muda, terjerat pinjaman online, perceraian, dan konflik rumah tangga yang meningkat,” kata Radius. (*)